Long Distance Leadership
Artikel ini juga sudah diterbitkan di Majalah Berkat edisi Desember 2020
Serangan covid-19 akhir-akhir ini mengubah banyak hal, termasuk pola dan model kerja bagi banyak orang, juga beragam posisi, terutama perubahan yang sangat nyata dirasakan hampir semua orang adalah bekerja di rumah atau istilah kerennya Work From Home, disingkat WFH
Bagi perusahaan, organisasi maupun individu, bekerja dirumah ini ternyata juga merupakan tantangan tersendiri, meski juga ada nikmatnya disisi yang lain. Perlu adaptasi maupun perubahan strategi dan cara kerja untuk menghadapinya, termasuk kepemimpinan, yang biasanya memimpin dalam kondisi bertatap muka, kali ini kepemimpinannya sedang ditantang untuk berubah model, yaitu memimpin dari kejauhan, atau secara virtual.
Sebenarnya jika dilihat dari masa lalu, kepemimpinan dari kejauhan ini juga bukan hal yang sepenuhnya baru. Banyak pekerjaan yang sebelum masa pandemic ini, juga telah dilakukan dari jarak jauh, maupun remote.
Ada 3 model kerja yang selama ini berlangsung, yaitu co-located, remote distance, dan virtual. Sebenarnya model bekerja co-located & remote distance sudah banyak dilakukan selama ini. Namun, pelaksanaannya hanya dilakukan oleh sebagian posisi atau pekerjaan saja.
Co-located, merupakan model kerja dimana setiap orang bekerja di lokasi yang secara mayoritas sama. Mungkin untuk skala tertentu Gedung-nya bisa berbeda, namun masih didalam lokasi atau kompleks yang sama.
Berbeda dengan remote distance, dimana setiap tim bekerja mengejar tujuan akhir yang sama, namun berbeda lokasi, bahkan diluar kota atau luar pulau, sehingga secara fisik tidak saling bertemu, rapat tidak dilakukan secara bertatap muka, komunikasi dapat melalui telepon, email, whatsapp, dll. Sebagai contoh, perusahaan dengan cabang yang banyak diberbagai kota.
Nah, virtual working ini, mungkin yang masih jarang dilakukan hingga pandemic covid19 melanda berbagai negara. Bisa jadi tim berada dikota yang sama, namun cara kerja dilakukan semua secara virtual, dan meeting dilakukan melalui online, video call, maupun alat komunikasi lainnya.
Bisa dikatakan work from home ini merupakan paduan antara virtual working dan remote distance, dengan lebih menyeluruh, yang mana dulunya mungkin hanya sebagian posisi saja yang remote, hari ini semakin banyak divisi atau bahkan seluruhnya bekerja melalui rumah.
Akhirnya, hal ini “memaksa” kita sebagai pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan kita untuk beradaptasi dengan gaya kerja sekarang agar kepemimpinannya dapat berjalan tetap efektif. Long Distance Leadership ini menjadi jawabannya.
Pertama2, perlu diketahui dulu apa yang tidak berubah dalam kepemimpinan jarak jauh ini. Kepemimpinan adalah tentang pengaruh, dampak, dan terdapat tanggungjawab dan beban bagi pemimpinnya dalam memimpin orang2nya mencapai tujuan akhir organisasi.
Tentu, menghadapi manusia2, serta situasi yang harus dihadapi organisasi serta per individu yang dipimpin-nya, seorang pemimpin menghadapi kompleksitas-nya sendiri.
Bisa dikatakan kondisi-2 tersebut tidak berubah dalam kepemimpinan jarak jauh atau long distance leadership.
Meski secara esensi kepemimpinan tidak berubah, ada hal2 penting lainnya yang berubah baik itu dari segi individu pengikut, situasi dan kondisi, serta lokasi. Poin2 dibawah ini yang akan mengalami perubahan menurut Kevin Eikenberry & Wayne Turmel
- Letak geografi
- Teknologi
- Jauh dari pandangan
- Hubungan kerja
- Petunjuk komunikasi yang terbatas
- Informasi yang ter-filter
- Pendekatan dan gaya kepemimpinan
- Beberapa orang membutuhkan perubahan
- Fokus kerja bagi Sebagian orang, dan
- Bekerja dalam isolasi
Disini yang akan mendorong perubahan gaya kepemimpinan kita, sebab relasi yang selama ini dapat terjalin dengan makan siang bersama, hari ini sudah tidak bisa lagi dilakukan, sedangkan hubungan perlu untuk dipelihara secara berkesinambungan.
Begitu juga dalam berkomunikasi, yang selama ini dapat dengan leluasa mendapatkan informasi2 melalui perkataan, eskpresi, hingga bahasa tubuhnya, kali ini kita hanya dapat melihat wajah saja. Belum lagi tak dapat kita pantau apakah tim A telah melakukan kontak dengan tim B tentang informasi sensitif tentang dirinya, yang hendak kita sampaikan.
Juga ada tim yang memiliki jiwa sosial tinggi, sehingga membutuhkan pertemuan langsung bersama tim lainnya atau atasannya untuk berdiskusi secara intens, serta fokus bekerja yang berbeda2, apalagi dirumah ada pasangan dan anak2 yang juga sedang belajar di rumah secara daring.
Untuk itu, seorang pemimpin perlu memiliki kepekaan terhadap kondisi masing2, serta dapat dengan cepat mengubah pendekatan2 kerja kepada tim-nya, sebab kepemimpinan adalah tentang pengaruh, dampak dan relasi terhadap sesama.
Jika biasanya kepemimpinan dan manager itu memimpin secara langsung untuk mengoptimalkan dampaknya, maka, hari ini pemimpin membutuhkan tools dan teknologi untuk mencapai hasil.
Dengan melihat kondisi2 yang ada, semoga 4 poin dibawah ini dapat membantu para pemimpin dalam mengoptimalkan efektifitas kepemimpinannya.
Jika disingkat, 4 strategi dan langkah dibawah ini dapat dibaca O.P.E.N, apa saja itu. 4 langkah ini sempat disampaikan dalam seminar online kepemimpinan bersama para pengusaha, dan pemimpin professional dalam berbagai perusahaan
O – Outcome Based
Monitoring dalam hal proses akan mengalami kendala ketika tim bekerja secara virtual, sebab kita tidak akan bertanya tiap saat aktifitas apa saja yang telah dikerjakan dan sampai mana, oleh sebab itu outcome based menjadikan pekerjaan dan proses monitoring akan lebih efektif.
Jika memang dirasa perlu, kita perlu untuk me-review kembali capaian2 (outcome) yang telah ditentukan sebelumnya dari tataran organisasi bisnis, hingga individu atau perorangan.
Dengan demikian, akan menyederhanakan seorang pemimpin dalam menentukan capaian masing2 divisi, tim dan individu. Hal ini melingkupi Organizational Outcomes, Team Outcomes, dan Personal/ Individual Outcomes.
P – Project Style
Langkah kedua setelah kita telah menentukan capaian2 pada masing2 bagian dan individu, maka kita implementasikan pendekatan proyek kepada setiap pekerjaannya, yaitu pada dasarnya, memotong2 pekerjaan besar menjadi pekerjaan kecil2 dengan capaian kecil2 pula.
Ibarat mau makan gajah, kita perlu potong2 hingga kecil2 dan cukup untuk masuk dimulut kita. Berikut ini tahapan2nya:
- Mendefinisikan dengan jelas Scope (jangkauan), Time (waktu), dan budget (anggaran) untuk tiap2 proyek
- Menentukan atau mencapai kesepakatan mengenai tenggat waktu yang harus dipenuhi
- Memotong aktifitas pekerjaan yang besar menjadi skala yang lebih kecil2 sehingga mempermudah proses pemantauan
- Lalu mengatur aktifitas harian, mingguan atau bulanan
E – Engaging Team
Membangun kepercayaan dan hubungan kerja merupakan hal penting yang juga tak dapat dilewatkan bagi seorang leader. Pemimpin perlu memelihara, merawat dan memberi pupuk untuk kedua hal vital ini.
Lantas, bagaimana donk? Kita tidak bisa ketemu, apa yang bisa kita lakukan? Yup, Anda juga sudah tahu jawabannya, tools dan penggunaan teknologi merupakan jalannya, thanks to technology!
Hal ini memang dapat menjadi tantangan bagi Sebagian pemimpin, sebagai contoh banyak pemimpin yang lebih cocok dengan gaya bertemu muka dan berbicara secara langsung, sedangkan penggunaan teknologi terasa berbeda dampaknya ketika melalui online.
Oleh karena itu, kita perlu kreatif, serta mendapatkan banyak informasi dan pilihan tentang berbagai teknologi komunikasi yang dapat digunakan; dari video conference, video call, email hingga mengirim pesan pendek.
Seorang pemimpin tidak harus melulu menggunakan video conference sebab dianggapnya yang paling efektif mendekati pertemuan tatap muka, dalam membangun engagement, namun mengkombinasi setiap teknologi yang ada, dapat memberikan variasi sesuai dengan kebutuhannya pada saat itu.
Oleh karena itu, pemilihan teknologi komunikasi ini menjadi bagian yang menarik sekaligus tantangan bagian sebagian pemimpin, sebab kita perlu memaksa diri kita untuk mencoba menggunakan “barang” baru ini.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun engagement team, yaitu terdapat pertemuan2 video conference yang terjadwal, seperti meeting rutin yang dilakukan secara berkala. Iya, kita perlu meluangkan waktu dan tempat dirumah untuk bisa melakukan video conference secara efektif.
Yang kedua, adakan telepon2 atau video call pendek tak terjadwal, untuk membangun komunikasi santai yang berkesinambungan, dan tidak harus hal2 yang penting & prioritas tinggi, serta luangkan waktu untuk menanyakan kondisi keluarga atau dirinya.
Terakhir, mari kita belajar menggunakan coaching style, yaitu dengan banyak bertanya, bukan banyak bicara, apalagi bicara melulu tentang pekerjaan dan instruksi pekerjaan.
Dalam kondisi kerja virtual, pendekatan bertanya memberikan kita banyak informasi yang diperlukan, pengenalan terhadap tim yang lebih banyak, serta dapat melakukan mentoring dan coaching secara lebih relax.
N – Nurture Your Mind
Tahap terakhir namun tak kalah penting dengan sebelumnya adalah merawat pikiran kita selaku pemimpin atau pimpinan.
Akan lebih mudah bagi kita untuk percaya kepada tim saat tiap hari terlihat dan kita dapat memantau pekerjaannya dari hari ke hari, daripada saat kita tidak lagi dapat melihat apa yang dilakukannya dari waktu ke waktu.
Pikiran kita lebih mudah terseret kepada asumsi2 negatif. Apalagi komunikasi yang terjalin satu arah saja, melalui pesan pendek yang tak memiliki intonasi, dapat menyebabkan salah interpretasi.
Contohnya, ketika kita memberikan pekerjaan diantara pekerjaan2 lainnya, lalu kita melakukan follow up dengan mengirimkan pesan pendek yang tak kunjung mendapat jawaban. Apa asumsi kita saat itu? Dikali pertama mungkin kita berpikir, ah, dia mungkin sedang sibuk. Kali ketiga, kita mulai berpikir apa yang sebenarnya dilakukan, kok tidak menjawab pesan kita, hingga kali kelima, dan ternyata pekerjaan belum selesai, maka asumsi kita seperti menjadi kenyataan.
Dan ternyata yang terjadi sebenarnya, dia begitu fokusnya ke banyaknya pekerjaan, serta kegiatan sekolah daring anak2nya, sehingga pesan pendek belum bisa dijawab-nya.
Kondisi pandemic ini memberikan tantangan kepada banyak pihak, termasuk pemimpin dan pimpinan perusahaan, oleh karena itu, seorang pemimpin perlu terus membangun kepercayaan, relasi, komunikasi, dan empati, sehingga dengan modal ini, kita dapat memberikan pengaruh dengan lebih elegan, anggun, dan berdampak. Dan, itu semua dimulai dari pikiran seorang pemimpin, yang jernih, mulia, indah, baik, dan setia kepada kebenaran.